LSM di Gresik Geram Atas Curhatan Salah Satu Kades di Jum’at Curhat di Menganti

EXPOSEINDONESIA.COM, Gresik – Sejumlah LSM Di Gresik bereaksi atas curhatan salah satu Kades di Kecamatan Menganti di Jumat Curhat yang di adakan di Edu Wisata Lontar Sewu Desa Hendrosari, Jumat,(20/1/2023).

Dalam Jumat Curhat yang dihadiri sejumlah kepala desa di wilayah Kecamatan Menganti yang dipimpin oleh Wakapolres Gresik Kompol Kadek Oka Suparta, Kepala Desa Gading Watu Madi menanyakan keberadaan LSM yang mencari kesalahan kepala desa.

Dalam kesempatan menjawab curhatan kepala desa Gading Watu, Wakapolres Gresik menjawab dengan gaya santai bahwa sepanjang melakukan pekerjaan sesuai dengan Undang-undang tidak perlu merasa khawatir, dan tentunya perlunya keterbukaan dalam kegiatan desa.

Sementara, Ketua LSM FPSR, Aris Gunawan menangapi terkait curhatan salah satu kepala desa ketika di temui prorakyat.co di sekretariat FPSR, mengatakan bahwa LSM ataupun ormas dilindungi oleh negara, karena keberadaan LSM atau Ormas ada payung hukumnya.

” Harusnya Kepala Desa bisa membaca UU tentang keberadaan organisasi masyarakat, ngopinya kurang jauh kades Gading Watu tersebut ”  geram Aris.

Seharusnya, lanjut Aris, Kepala Desa harusnya bisa memahami atas keberadaan LSM sebagai kontrol sosial, bukan merasa menjadikan LSM sebagai momok (hantu_red) atas keberadaannya, ingat, keberadaan LSM juga sebagai pencegahan dalam tindak pidana korupsi.

” Setiap pengunaan anggaran negara wajib kita awasi bersama, sebagai kepala desa harusnya paham tentang itu, harusnya bisa bermitra dengan LSM bukan menjadikan momok baginya.” ujarnya.

Sekesar diketahui, Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengikutsertakan masyarakat/LSM telah diatur dalam United Nations Convention Against Corruption 2003, khususnya pada Pasal 13 disebutkan antara lain, bahwa “masing-masing negara pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang semestinya, dalam kewenangannya dan sesuai dengan prinsip-pirinsip dasar hukum internalnya, meningkatkan partisipasi aktif perorangan dan kelompok di luar sector publik, seperti masyarakat sipil, organisasi-organisasi non pemerintah (NGO/LSM) dan organisasi-organisasi berbasis masyarakat.

Selanjutnya bagaimana pengaturannya dalam peraturan Perundang-undangan kita terhadap ruang yang diberikan kepada LSM dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

” Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memberikan jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28 E ayat (3) bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluakan pendapat” tandasnya

Ketetapan MPR –RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, antara lain disebutkan, di samping itu terdapat desakan yang kuat dari masyarakat yang menginginkan terwujudnya berbagai langkah nyata oleh pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, memberikan kesempatan kepada masyarakat/LSM untuk ikut berpartisipasi.

Lebih lanjut, Aris menjabarkan dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam bab V, khususnya pada pasal 41 dan pasal 42.

Demikian pula halnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.

Secara lebih khusus peran serta masyarakat dalam hal ini lebih banyak dilalukan oleh LSM, diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Agar LSM memiliki ruang gerak dalam menjalankan fungsinya secara efektif falam pemberantasan tindak pidana korupsi, diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan perhatian kepada LSM mencakup antara lain:

Pertama, adanya peraturan Perundang-undangan yang lebih konkrit tentang kedudukan/keberadaan, bagi LSM untuk melakukan aktivitasnya.

Kedua, adanya pengakuan/jaminan yang dirumuskan dalam peraturan Perundangan-undangan ataupun kebijakan pemerintah, bahwa LSM diberikan ruang yang jelas secara independen dalam upaya pemberantsan korupsi.

Ketiga, menjamin akses LSM terhadap sumberdaya dari berbagai sumber untuk melaksanakan kegiatannya.

Reporter : Hamdani Andriyanto

Editor : Hamdani

Print Friendly, PDF & Email
www.domainesia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *